MAKALAH
S E J A R A H
KERAJAAN MEDANG
Disusun Oleh :
URIP ROKHMANUDIN
Pustakawan Ahli
SDN TREMAS - ARJOSARI
P A C I T A N
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bhumi
Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah
untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang
i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti
Minto dan prasasti Anjukladang. Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk
menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan
ini berpusat di sana.
Pada
abad ke-10 berakhinya kekuasaan Dyag balitung dikerajaan Mataram hindu di Jawa
Tengah , kekuasaannya mundur. Ada dugaan bahwa kemunduran akibat adanya bencana
alam. Terutama gunung meletus yang mengahancurkan pusat kerajaan dan seluruh
perekonomiannya. Masalah ini tidak dapat
di selesaikan oleh Rakai Wawa . ia wafat
mendadak .kedudukan itu selanjudnya digantikan oleh Mpu Sindok yang
waktu itu menjadi Rakryan I Hino. Kemudian kerajaan Mataram kuno pindah ke Jawa
Timur,tepatnya di muara Sungai Brantas,ibukota Medang adalah Watan Mas.
Setelah
ia memindahkan kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.Mpu Sindok
memerintah Kerajaan Medang dari tahun 929 hingga 948. Mpu Sindok memerintah
bersama permaisuri yang bernama Mpu Kebi, yang bergelar Sri Prameswari Wardhani
Mpu Kebi Nama Permaisuri Mpu Kebi atau Dyah Kebi ini dapat di temukan dalam
Prasasti Cunggrang (929) dan Prasasti Gaweg (933).
Sistem
birokrasi kerajaan Medang masih sama dengan kerajaan lain yaitu pemimpin
teritinggi yaitu raja, didalam naskah Ramayana Kakawin yang sampai kepada kita
berisikan tentang rajadharma (tugas kewajiban seorang raja) yaitu
bagian yang merupakan ajaran Rama kepada adiknya Brarata dan kepada Whibisana
dijumpai antara lain ajaran astabrata, yaitu prilaku yang delapan. Dikatakan
bahwa didalam diri seorang raja berpadu 8 dewa-dewa yaitu Indra, Yama,
Suryya,Soma, Wayu, Kuwera, Waruna, dan Agni.
Dan
keadaan masyarakatnya yaitu bertani dan masih adanya sistem perpajakan untuk
rakyat, masyarakat
juga mengenal perdagangan di pasar desa dan diluar pulau, barang yang
diperdagangan seperti hasil bumi yaitu berasm buah-buahan, sirih pinang dan
buah mengkudu juga hasil industrai rumah tangga, seperti alat perkakas dari
besi dan tembaga, pakaian , payung, keranjang dan barang- barang anyaman,
kejang kepis, gula arang dan kapur sirih. Binatang ternak seperti kerbau, sapi,
kambing ituk dan ayam serta telurnya juga diperjualbelikan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa penyebab
perpindahan kerajaan Medang Kamulan?
2.
Apa bukti keberadaan
Kerajaan Medang Kamulan
di Jawa Timur?
3.
Bagaimana sistem
pemerintahan kerajaan Medang Kamulan?
4.
Bagaimana sistem
perekonomian, kepercayaan dan Hukum Kerajaan Medang Kamulan?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Agar pembaca tahu
sebab-sebab perpindahan kerajaan Medang Kamulan.
2.
Agar pembaca
mengetahui peninggalan Kerajaan Medang Kamulan yang menyebar di
pulau Jawa.
3.
Agar pembaca
mengetahui struktur pemerintahan kerajaan Medang Kamulan.
4.
Agar pembaca tahu
sistem birokrasi, Kosmogonis dan hokum kerajaan Medang Kamulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perpindahan Kerajaan Medang Kamulan
Pada
umumnya sebutan Mataram Kuno lazim dipakai untuk menyebut nama Kerajaan ini
pada periode Jawa Tengah. Nama Mataram merujuk pada nama ibu kota kerajaan ini.
Kadang untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad
ke-16, biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Hindu. Istilah Kerajaan
Medang Kamulan
dipakai untuk
menyebut nama kerajaan pada periode Jawa Timur. Namun berdasarkan
prasasti-prasasti yang telah ditemukan sebetulnya nama Medang Kamulan sudah dikenal sejak
periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah.
Pada
kerajaan di Jawa Tengah ,raja Wawa(924-929)serta merta tampil sebagai penguasa
di jawa tengah, dibantu oleh pati sekaligus menantunya, Mpu Sindok, Wawa
digantikan Mpu Sindok (929-947) yang
dikenal sebagai raja berjiwa prajurid, dan sangat toleran terhadap pemeluk
agama Budha Mahayana ,serta Sang Hyang Kamahaniyanikan berhasil digubah kedalam
Bahasa Jawa Kuno dari Bahasa Sanksekerta. Kitap ini memuat cerita tentang
dewa-dewa yang mirip dengan relief yang ada di candi Borobudur. Sebuah kitav
agama Hindu Syiwa Brahmanapurana yang berisikan Kosmologi,Kosmogoni, sejarah
para resi, dan cerita pertikaian antar kasta juga diterbitkan dalam waktu
hamper bersamaan.
Sementara
itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan Medang Kamulan periode TengahKerajaan Mataram, yaitu merujuk kepada
salah daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya dengan Kerajaan
Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang Kamulan periode
Jawa Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Mataram Hindu. Kerajaan Medang Kamulan mengalami beberapa
masa perpindahan yang cukup siknifikan yaitu :
a)
Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya)
b)
Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)
c)
Medang i Poh Pitu (zama n Dyah Balitung)
d)
Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
e)
Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)
f)
Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok)
g)
Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)
Pada
abad ke-8 kerajaan Pra Mataram Islam (Mataram Kuno) memerintah di Jawa Tengah,dengan
Sanjaya (Syiwaistik) berkuasa di Kawasan Utara (kedu), sedangkan Syailendra
(Budha Mahayana) berkuasa dikawasan selatan (Bagelan dan Mataram ). Candi
–candi Hindu (Dieng, Prambanan, dll) dan Budha (Borobudur, Mendut Kalasan, dll)
membuktikan pada masa bersamaan di Jawa terdapat dua agama besar yang
bertoleransi.
Tetapi
seiring adanya pindahnya kerajaan Mataram kuno ke Jawa Timur disebabkan letusan
Gunung Merapi , Mpu sindok pada tahun 929 memindahkan pusat kerajaan Mataram
dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.Menurut catatan sejarah, tempat baru tersebut
adalah watugaluh, yang terletak disungai Brantas, sekarang kira-kira adalah
wilayah Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kerajaan baru ini tudak lagi disebut
Mataram, namun Medang Kamulan.
Meskipun demikian, beberapa literature masih menyebutkan sebagai Mataram II.
Selain
itu sebab pemerintahan Kerajaan Mataram kuno juga sempat berpindah ke Jawa
Timur disebabkan selama abad ke-7 sampai
ke-9 terjadi serangan-serangan dari Sriwijaya ke Kerajaan Mataram Kuno.
Besarnya pengaruh Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah
timur.seperti yang telah diketahui sekarang tidak diketahui nama kerajaan di
JawaTengah ini sebelum masa pemerintahan Sanjaya. Nama Mataram mungkin baru
dipakai sejak Sanjaya, ia bergelar rakai Mataram, demikian pula nama Medang
sebagai pusat kerajaan. Cerita Parahyangan menyebutkan nama kerajaan Sanna dan
Sanjaya itu Galuh. Memang dari prasasti Sojomerto dan beberapaprasasti lain
yang hingga kini belum dapat dibaca, tetapi jelas menggunakan hurug Pallawa,
yang ditemukan di daerah Pekalongan, mungkin sekali pusat kerajaan wangsa
Sailendra itu mula-mula di daerah Pekalongan sekarang.
Setelah
Sri Isyanatunggawijaya meninggal maka kerajaan medang Kamulan di
pimpin oleh Raja Sri Dharmawangsa teguh Anantawikramatunggadewa yaitu anaknya
Sri Isyanatunggawijaya dari perkawinannya dengan Raja Lokapala. Dharmawangsa
menikah dengan cucu Isyanatunggawiyaya yang lain dan mewarisi tahta mertuanya
(991-1016). Selama pemerintahannya telah diterbitkan berbagai karya,
diantaranya Kakawin Mahabrata, yang diterjemahkan kedalam Bahasa Jawa Kuna dari kitap Mahabrata India. Dharmawangsa menyerang Sriwijaya untuk
merebut bagian selatan wilayahnya agar dapat menguasai selat sunda yang sangat
penting bagi perdagangan(992).
Sriwijaya
dibantu Raja Wurawuri dari semenanjung Melayu membalas serangan Dharmawangsa
Teguh(1016). Serangan terjadi sewaktu pesta perkawinan agung antara putri
Dharmawangsa,Dharmawangsa, Sri dan Airlangga(16 tahun), keponakannya, Raja dan
Para pembesar Negara gugur, tumpas-tapis, namun Airlanggadan pengiring setianya
Narottama, dapat menyingkir ke pegunungan Wonogiri. Mereka hidup bersama- sama
para pendeta Hindu dan biksu Budha selama dua tahun.
Airlangga
untuk menduduki tahta kerajaan, memanfaatkan situasi vacuum of power di Jawa
Timur ketika tentara pendudukan Wurawari disana terpaksa ditarik kembali ke,
semenanjung melayu yang tengah diserang colomandala dari india selatan.
Airlangga mengawini seorang putri Sriwijaya, tentunya berpotensi memproduksi
ancaman dari lawan.
Setelah
beberapa tahun kemudian berada di
hutan,akhirnya pada tahun 1019, airlangga berhasil mempersatukan wilayah
kerajaan Medang Kamulan
yang telah terpecah, membangun kembali kerajaan, dan berdamai
dengan Sriwijay. Kerajaan baru ini dikenal dengan kerajaan Kahuripan , yang
wilayahnya membentang dari pasuruan di timur hingga Madiun dibarat. Airlangga
memperluaswilayahnya kerajaan hingga ke Jawa Tengah dan Bali. Pada tahun 1025,
Airlangga memperlebar pengaruh Kahuripan seiring dengan melemahnya Sriwijaya.
Pantai Utara Jawa terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang
penting untuk pertama kalinya.
Setelah
dikukuhkan sebagai pewaris tahta
mertuanya, Dharmawangsa Teguh, Airlangga mengganti nama kerajaan Medang
Kamulan menjadi Kahuripan dengan ibukota Wulan Mas (1037). Setelah kerajaan
Medang Kamulan
berpindah menjadi Kahuripan, raja Airlangga berhadapa dengan
masalah pewarisan tahtanya sebagai raja,pewarisan itu yaitu Sanggrammawijaya, memilih menjadi
pertapa dari pada mengganti Airlangga. Pada tahun 1045, Airlangga membagi
Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk
putranya yaitu Jenggala dan Kediri (penjulu), Airlangga sendiri menjadi pertapa
dan meninggal pada tahun 1049. Airlangga dimakamkan di candi Belahan dengan
perluhuran sebagai wisnu naik burung Garuda.
Dengan
pemecahan Kerajaan Kahuripan itu maka Pecahan kerajaan Medang berakhir,kerajaan
Janggala tidak mampu berkembang menjadi Negara besar sehingga lenyapdari
percaturan politik sedangkan kerajaan
Panjalu atau Kediri semakin berkembang, dangan memiliki kekuasaan sampai
perairan Indonesia bagian barat dan timur dengan raja Jayabaya.
B. Sumber-sumber Sejarah
Kerajaan Medang Kamulan
Sumber-sumber sejarah
yang menyebutkan keberadaan kerajaan Medang, sumber-sumber ini dalam bentuk
candi dan prasasti antara lain
1.
Prasasti Mantyasih
yaitu Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan
jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh
Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan
prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama
kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa
sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau.
Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha
saudara perempuan Sanna.
2.
Prasasti Sanggurah
merupakan prasasti berangka tahun 982 Masehi yang ditemukan di daerah Malang
dan menyebut nama penguasa daerah itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa
Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa). Prasasti berbentuk tablet ini disebut
juga Prasasti Minto karena dihadiahkan oleh Raffles kepada Lord Minto, keduanya
pernah memimpin Hindia Belanda ketika Britania Raya menguasai Belanda pada
dasawarsa kedua abad ke-19.
3.
Prasasti dinoyo yaitu prasasti yang ditemukan terputus
menjadi tiga bagian. Bagian yang tengah
di temukan di Desa Dinoyo, sedang dibagian atas dan bagian bawah ditemukan di
Desa Merjosari, kira-kira 2 Km disebelah
barat Dinoyo. Mengingat kasus di gunung Wukir dan prasasti Canggal, mungkin
sekali prasasti Dinoyo ini asalnya justru dari Merjosari, yang memangternyata
menghasilkan sisa-sisa bangunan. De casparis menduga bahwa batu prasasti itu
berasal dari Desa Kejuron, pendapat ini mungin kurang dapat diterima karena
Kejuron mungkin justru merupakan pusat kerajaan, sedang prasasti tentulah tidak
didirikan dipusat kerajaan, tetapi di dekat candinya.
4.
Prasasti Wantil, Mpu
Manuku membangun ibu kota baru di desa Mamrati sehingga ia pun dijuluki sebagai
Rakai Mamrati. Istana baru itu bernama Mamratipura, sebagai pengganti ibu kota
yang lama, yaitu Mataram.Prasasti Wantil disebut juga prasasti Siwagreha yang
dikeluarkan pada tanggal 12 November856. Prasasti ini selain menyebut pendirian
istana Mamratipura, juga menyebut tentang pendirian bangunan suci Siwagreha,
yang diterjemahkan sebagai Candi Siwa.
Selain
meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Mataram/Medang juga membangun banyak candi,
baik itu yang bercorak Hindu maupun Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas
yang ditemukan tahun 1990 di Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan
dan kehalusan seni budaya kerajaan Mataram.
Candi-candi
peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, dan tentu saja yang paling
kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa
ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia.
C. Sistem Pemerintahan
Kerajaan Medang Kamulan
Didalam
prasasti Mantyasih , Desa Mantyasih disebut sima kapatiihan karena yang
mendapat anugrah adalah lima orang patih di Mantyasih, didalam prasasti
Sangguran disebut sima kajurugusalyan di Mananjung, karena ada jabatan juru
gusali, yaitu ketua para pandai besi, didalam prasasti Balingawan disebut sima
kamulan, karena semula Desa Balingawan itu selalu diganggu oleh penjahat
sehingga penduduk sering membayar denda atas pembunuhan gelap dan perkelahian
gelap yang mengakibatkan seseorang menderita luka-luka. Didalam prasasti telang
ada istilah kamulan dan rumah kamulan yang jelas tidak ada hubungan dengan
tempat pemujaan cikal bakal Desa telang, karena menjadi pokok pembicaraan dalam
prasasti itu ialah tempat penyeberangan. Berdasarkan itu semua dapat disimpulkan
disini bahwa Desa Bhumisambhara itu ialah sima kamulan karena dianugrahkan
kepada pejabat mula. Saying sekali hingga sekarang belum jelas apa tugas
seorang mula dalam masyarakat jawa kuno. Didalam prasasti Mantyasih tersebut
tertulis daftar raja-raja Medang yang telah berkuasa dalam setiap masa
pemerintahannya.daftar raja-raja tersebut sebagai berikut:
1.
Sanjaya, pendiri
Kerajaan Medang (Karya Candi Canggal/Penganut Hindu Syiwa)
2.
Rakai Panangkaran,
awal berkuasanya Wangsa Sailendra(Membangun Candi Borobudur,sebagai penganut
budha mahaya" dinasti berpindah agama dari leluhurnya yang hindu syiwa")membangun
juga candi Kalasan, sebagai pengormatan leluhur").
3.
Rakai Panunggalan
alias Dharanindra Menaklukkan Sriwijaya bahkan sampai ke kamboja dan campa
berjuluk Wirawairimathana (penumpas musuh perwira)
4.
Rakai Warak alias
Samaragrawira Ayah dari Balaputradewa raja Sriwijaya Wirawairimathana (penumpas
musuh perwira)
5.
Rakai Garung alias
Samaratungga Sri Maharaja Samarottungga,
Atau
kadang ditulis Samaratungga, adalah raja Sriwijaya Wangsa Syailendra
yang memerintah pada tahun 792 – 835. Tidak seperti pendahulunya yang
ekspansionis, pada masa pemerintahannya, Sriwijaya lebih mengedepankan
pengembangan agama dan budaya. Pada tahun 825, dia menyelesaikan pembangunan
candi Borobudur yang menjadi kebanggaan Indonesia.
Untuk
memperkuat aliansi antara wangsa Syailendra dengan penguasa Sriwijaya
terdahulu, Samaratungga menikahi Dewi Tara, putri Dharmasetu. Dari pernikahan
itu Samaratungga memiliki seorang putra pewaris tahta, Balaputradewa, dan
Pramodhawardhani yang menikah dengan Rakai Pikatan, putra Sri Maharaja Rakai
Garung, raja kelima Kerajaan Medang.
6.
Rakai Pikatan suami
Pramodawardhani,
Awal
kebangkitan Wangsa Sanjaya (Candi
Prambanan) Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja versi prasasti
Mantyasih. Nama aslinya menurut prasasti Argapura adalah Mpu Manuku. Pada
prasasti Munduan tahun 807 diketahui Mpu Manuku menjabat sebagai Rakai Patapan.
Kemudian pada prasasti Kayumwungan tahun 824 jabatan Rakai Patapan dipegang
oleh Mpu Palar. Mungkin saat itu Mpu Manuku sudah pindah jabatan menjadi Rakai
Pikatan. Akan tetapi, pada prasasti Tulang Air tahun 850 Mpu Manuku kembali
bergelar Rakai Patapan.
Sedangkan
menurut prasasti Gondosuli, Mpu Palar telah meninggal sebelum tahun 832.
Kiranya daerah Patapan kembali menjadi tanggung jawab Mpu Manuku, meskipun saat
itu ia sudah menjadi maharaja. Tradisi seperti ini memang berlaku dalam sejarah
Kerajaan Medang di mana seorang raja mencantumkan pula gelar lamanya sebagai
kepala daerah, misalnya Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung.
7.
Rakai Kayuwangi alias
Dyah Lokapala
Menurut
prasasti Wantil atau prasasti Siwagerha tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala
naik takhta menggantikan ayahnya, yaitu Sang Jatiningrat (gelar Rakai Pikatan
sebagai brahmana). Pengangkatan putra bungsu sebagai raja ini didasarkan pada
jasa kepahlawanan Dyah Lokapala dalam menumpas musuh ayahnya, yang bermarkas di
timbunan batu di atas bukit Ratu Baka. (Pusat kerajaan tidak lagi di mataram
tapi di mamratipu
8.
Rakai Watuhumalang
Rakai
Pikatan memiliki beberapa orang anak, antara lain Rakai Gurunwangi (prasasti
Plaosan) dan Rakai Kayuwangi (prasasti Argapura). Sedangkan Rakai Watuhumalang
mungkin juga putra Rakai Pikatan atau mungkin menantunya. akhir periode rakai pikatan
terjadi perpecahan di Kerajaan Medang akibat perebutan kuasa antara Gurunwangi
dan kayuwangi namun sepeninggal kayuwangi Watuhumalang yang menduduki tahta.
9.
Rakai Watukura Dyah
Balitung
Rakai
Watuhumalang memiliki putra bernama Mpu Daksa (prasasti Telahap) dan menantu
bernama Dyah Balitung (prasasti Mantyasih). Dyah Balitung inilah yang mungkin
berhasil menjadi pahlawan dalam menaklukkan Rakai Gurunwangi dan Rakai Limus
sehingga takhta pun jatuh kepadanya sepeninggal Rakai Watukura. Pada akhir pemerintahan
Dyah Balitung terjadi persekutuan antara Mpu Daksa dengan Rakai Gurunwangi
(prasasti Taji Gunung). Kiranya pemerintahan Dyah Balitung berakhir oleh kudeta
yang dilakukan kedua tokoh tersebut. memindahkan pusat pemerintahan kerajaan
medang dari mamratipura ke poh-pitu(sekitar kedu)
10.
Mpu Daksa
Mpu
Daksa naik takhta menggantikan Dyah Balitung yang merupakan saudara iparnya.
Hubungan kekerabatan ini berdasarkan bukti bahwa Daksa sering disebut namanya
bersamaan dengan istri Balitung dalam beberapa prasasti. Selain itu juga
diperkuat dengan analisis sejarawan Boechari terhadap berita Cina dari Dinasti
TangTat So Kan Hiung, yang artinya “Daksa, saudara raja yang gagah berani”
11.
Rakai Layang Dyah
Tulodong
Dyah
Tulodhong dianggap naik takhta menggantikan Mpu Daksa. Dalam prasasti Ritihang
yang dikeluarkan oleh Mpu Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama
aslinya tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan Layang ini
seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin sama dengan Dyah Tulodhong.
Mungkin Rakryan Layang adalah putri Mpu Daksa. Dyah Tulodhong berhasil
menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai Layang, bahkan naik
takhta menggantikan mertuanya, yaitu Mpu Daksa. Dalam prasasti Lintakan Dyah
Tulodhong disebut sebagai putra dari seseorang yang dimakamkan di Turu
Mangambil.
12.
Rakai Sumba Dyah Wawa
Dalam
prasasti Wulakan tanggal 14 Februari 928, Dyah Wawa mengaku sebagai anak Kryan
Landheyan sang Lumah ri Alas (putra Kryan Landheyan yang dimakamkan di hutan).
Nama ayahnya ini mirip dengan Rakryan Landhayan, yaitu ipar Rakai Kayuwangi
yang melakukan penculikan dalam peristiwa Wuatan Tija.
13.
Mpu Sindok, awal
periode Jawa Timur
Istana
Kerajaan Medang pada awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah Mataram
(dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai Pikatan
dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung
sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada zaman Dyah
Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram.
Mpu
Sindok kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang. Dalam
beberapa prasastinya, ia menyebut kalau kerajaannya merupakan kelanjutan dari
Kerajaan Medang di Jawa Tengah. Misalnya, ditemukan kalimat berbunyi Kita
prasiddha mangraksa kadatwan rahyangta i Bhumi Mataram i Watugaluh.
14.
Sri Lokapala suami
Sri Isanatunggawijaya
Sri
Isyana Tunggawijaya merupakan putri dari Mpu Sindok, yaitu raja yang telah
memindahkan istana Kerajaan Medang dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur. Tidak banyak
diketahui tentang masa pemerintahannya. Suaminya yang bernama Sri Lokapala
merupakan seorang bangsawan dari pulau Bali.
Peninggalan
sejarah Sri Lokapala berupa prasasti Gedangan tahun 950 yang berisi tentang
anugerah desa Bungur Lor dan desa Asana kepada para pendeta Buddha di
Bodhinimba. Namun, prasasti Gedangan ini merupakan prasasti tiruan yang
dikeluarkan pada zaman Kerajaan Majapahit untuk mengganti prasasti asli yang
sudah rusak.
Prasasti
atau piagam dianggap sebagai benda pusaka yang diwariskan secara turun-temurun.
Apabila prasasti tersebut mengalami kerusakan, ahli waris biasanya memohon
kepada raja yang sedang berkuasa untuk memperbaharuinya. Prasasti pembaharuan
ini disebut dengan istilah prasasti tinulad.
Tidak
diketahui dengan pasti kapan pemerintahan Sri Lokapala dan Sri Isyana
Tunggawijaya berakhir. Menurut prasasti Pucangan, yang menjadi raja selanjutnya
adalah putra mereka yang bernama Sri Makuthawangsawardhana.
15.
Makuthawangsawardhana
Jalannya
pemerintahan Makutawangsawardhana tidak diketahui dengan pasti. Namanya hanya
ditemukan dalam prasasti Pucangan sebagai kakek Airlangga. Disebutkan bahwa,
Makutawangsawardhana adalah putra pasangan Sri Lokapala dan Sri Isana
Tunggawijaya putri Mpu Sindok.
Prasasti
Pucangan juga menyebut Makutawangsawardhana memiliki putri bernama
Mahendradatta, yaitu ibu dari Airlangga. Dalam prasasti itu juga disebut adanya
nama seorang raja bernama Dharmawangsa, namun hubungannya dengan
Makutawangsawardhana tidak dijelaskan.
16.
Dharmawangsa Teguh,
Kerajaan Medang berakhir
Prasasti
Pucangan tahun 1041 dikeluarkan oleh raja bernama Airlangga yang menyebut
dirinya sebagai anggota keluarga Dharmawangsa Teguh. Disebutkan pula bahwa
Airlangga adalah putra pasangan Mahendradatta dengan Udayana raja Bali.
Adapun
Mahendradatta adalah putrid Makuthawangsawardhana dari Wangsa
Isana. Airlangga sendiri kemudian menjadi menantu Dharmawangsa.
D. Keadaan masyarakat
Didalam struktur
pemerintahan kerajaan-kerajaan kuno, raja(sri maharaja) ialah penguasa
tertinggi.sesuai dengan landasan kosmogonis,raja ialah penjelmaan dewa di
dunia. Hal itu ternyata dari gelar abhiseka
dan pujian-pujian kepada raja didalam berbagai prasasti dan kitab-kitap
susastra Jawa kuno sejak raja Airlangga. Dari zaman Mataram kuno hanya ada dua
orang raja yang bergelar abhiseka
dengan unsure tunggadewa, yaitu Bhujayotunggadewa didalam prasasti dari Candi
Plaosan Lor dan Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjanasanmatanuragatungadewa.
Didalam kerajaan Mataram secara khusus menganut suatu landasan kosmogonis yaitu
kepercayaan akan arus adanya suatu keserasian antara dunia manusia ini (
mikrokosmos) dengan alam semesta (mikrokosmos).
Disini akan disajikan gambaran besarnya saja dalam
garis besarnya saja, dimulai dengaan golongan elite ditingkat pusat. Di ibu
kota kerajaan, yang menurut berita-berita cina dikelilingi oleh dinding, baik
dari batu bata maupun dari batang-batang kayu, terdapat istana raja yang juga
dikelilingi oleh dinding. Didalam istana itulah berdiam raja dan keluarganya,
yaitu permaisuri, selir selir, dan anak-anaknya yang belum dewasa, dan para
hamba istana(hulun haji, watek I jro). Diluar istana, masih didalam lingkungan
dindinga kota, terdapat kediaman putra mahkota (rake hino), dan tiga orang
adiknya (rakai hulu, rakai sirikan dan rakai wra), dan kediaman para pejabat
tinggi kerajaan.
Dilingkungan tembok
ibu kota kerajaan tinggal kelompok elite dan non-elite, raja dan keluarganya
mengmbil tempat tersendiri. Hungungan antara raja secara langsung dengan
kelompok non-elite sulit terlaksana, sedang dengan kelompok elite birokrasi
saja hubungan itu henya terjadi secara formal.
Didalam landasan
Kosmogonis masyarakat yaitu menurut kepercayaan ini manusia selalu berada
dibawah pengaruah kekuatan-kekuatan yang terpancar dari bintang-bintang dan
planet-planet. Kekuatan itu dapat membawa kebahagian , kesejahteraan , dan
perdamaian atau bencana kepada manusia, tergantung dari dapat atau tidaknya
individu , kelompok-kelompok sosial, terutama kerajaan,menyerasikan hidup dan
semua kegiatannya dengan gerak alam semesta.
Agama resmi Kerajaan
Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika
Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Buddha aliran
Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa, agama
Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi. Didalam
stratifikasi sosialnya masyarakat didalam kerajaan Medang masih menggunakan
kasta-kasta didalam agama Hindu baik kedudukannya didalam struktur birokrasi
maupun kedudukannya berdasarkan kekayaan materill.
Menurut ajaran agama
Hindu , alam ini terdiri atas suatu benua pusat berbentuk lingkaran, yang
bernama jambudwipa. Benua ini dilingkari oleh tujuh lautan dan tujuh daratan,
dan semua itu di batasi oleh suatu pegunungan yang tinggi. Ditengah –tengah
Jambudwipa berdiri gunung Meru sebagai pusat alam semesta. Matahari , bulan ,
dan bintang-bintang bergerak mengililingi Gunung Meru itu. Di Puncaknya
terdapat kota dewa-dewa, yang di kelilingai oleh tempat tinggal ke delapan dewa
penjaga mata angin (Lokapala).
Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa seorang raja harus berpegang teguh kepada dharma, bersikap
adil, menghukum yang bersalah dan memberikan anugrah kepada mereka yang
berjasa( wnang wgraha anugraha), bijaksana, tidak boleh sewenang-wenangnya.
Waspada terhadapgejolak dikalangan rakyatnya, berusaha agar rakyat senantiasa
memperoleh rasa tentram dan bahagia, dan dapat memperlihatkan wibawanya dengan
kekuatan angkatan perang dan harta kekayaannya.
Di bidang ekonomi
penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan pada umumnya
bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memangterkenal sebagai negara agraris,
sedangkan saingannya, yaitu Kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim.
Dibeberapa prasasti
telah memberi keterangan akan adanya masyarakat yang mengenel ekonomi di
wilayah kerajaan,di pedesaan pertama-tama sudah mengenal hasil bumi seperti
beras, buah-buahan, sirih pinah, dan buah mengkudu. Juga hasil industry rumah
tangga, seperti alat perkakas dari besi dan tembaga, pakaian, paying keeranjang
dan barang-barang anyaman , kejang kepis, gula, arang, dan kapur sirih.
Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing , itik dan ayam serta telurnya
juga diperjualbelikan.
Prasasti tidak
menyebutkan komoditas ekspor, dan hanya ada satu barang yang mungkin diimpor
yaitu kain buatan India (wdihan buat kling). Akan tetapi, data tentang masalah
ekspor-impor itu diperoleh darr berita-berita Cina. Ekspor dari pelabuhan
–pelabuhan di Jawa terdiri atas hasil bumi dan hutan Pulau Jawa sendiri dan
dari Pulau-pulau yang lain, terutama dari Kaliimantan dan Indonesian bagian
timur. Komoditas ekspor itu anatara lain garam yang di hasilkan dipantai utara
Pulau Jawa, terutama didaerah Kembang dan Tuban , kain Katun dan Kapuk, Sutra
tipis dan Sutra kuning, damas, kain brokat berwarna-warni, kulit penyu, pinang,
pisang raja, gula tebu, kemukus, cula badak, mutiara, belerang, gaharu, kayu
sepang, kayu cendana.,cengkeh, pala, marica, dammar, kapur barus dan
lain-lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
kerajaan di Jawa Tengah ,raja Wawa(924-929)serta merta tampil sebagai penguasa
di jawa tengah, dibantu oleh pati sekaligus menantunya, Mpu Sindok, sangat
toleran terhadap pemeluk agama Budha Mahayana ,serta Sang Hyang Kamahaniyanikan
berhasil digubah kedalam Bahasa Jawa Kuno dari Bahasa Sanksekerta.
Runtuhnya
kerajaan Medang di akibatkan kerajaan Sriwijaya dibantu Raja Wurawuri dari
semenanjung Melayu membalas serangan Dharmawangsa Teguh(1016).
Bukti-bukti
sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
Kerajaan Mataram/Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang bercorak
Hindu maupun Buddha.
Didalam
prasasti Sangguran disebut sima kajurugusalyan di Mananjung, karena ada jabatan
juru gusali, yaitu ketua para pandai besi, didalam prasasti Balingawan disebut
sima kamulan.
Didalam
kerajaan Mataram secara khusus menganut suatu landasan kosmogonis yaitu
kepercayaan akan arus adanya suatu keserasian antara dunia manusia ini (
mikrokosmos) dengan alam semesta (mikrokosmos).
B.
Saran-saran
1.
Kami minta maaf pada
pembaca bila isi makalah kami kurang jelas.
2.
Agar kita pahami
sebab perpindahan Kerajaan Medang lebih luas kita harus membaca lebih banyak.
3.
Supaya lebih banyak
tahu tentang Kerajaan Medang kita harus banyak bertanya.
DAFTAR
PUSTAKA
A.R.Abu Djahri.2004.Silsilah Raja-raja di Indinesia.Solo:Kraton Surakarta
F.D.K.BOSCH.
1952. Crivijaya, De Ceilendra en De
Sajayavamca. Djakarta: Bratara
Marwati
Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
Purwadi.
2007. Sejarah Raja-Raja Jawa.
Yogyakarta: Media Ilmu
Pranoedjoe
Poespaningrat.2008.Kisah Para Leluhur dan
yang Diluhurkan dari Mataram Kuno sampai Mataram Baru.Jakarta:Puslitbang
R.Ng.
Poerbatjaraa.1952.Riwayat Indonesia I.
Djakarta : Jajasan Pembangunan
MAKALAH KERAJAAN MEDANG
Disusun Oleh
Mas URIP ROKHMANUDIN