TENTANG KORUPSI DI
TANAH AIR
KATA
PENGANTAR
Korupsi sudah menjadi
fenomena yang biasa di dalam masyarakat di Indonesia dapat dikatakan bahwa
sepertinya korupsi sudah menjadi budaya. Indonesia bagaikan surga bagi para
koruptor. Hal ini terlihat dengan diletakkannya Indonesia pada perigkat kelima
dari 146 negara terkorup yang diteliti oleh transparansi internasional pada tahun
2004.
Korupsi mengakibatkan
sebagian besar rakyat Indonesia menderita dan hidup dalam kemiskinan,
penanggulangan korupsi menjadi pr bersama mengingat korupsi berkembang begitu
pesat bagaikan jamur hingga merambah ke instansi terbawah sekalipun.
Pemberantasan Tindak
Pidana korupsi di atur dalam UU no.31 tahun 1999, UU no.20 tahun 2001 dan
bentuk pelaksanaan dari pasal 43 UU no. 31 tahun 1999 yaitu dibentuknya UU
no.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya disingkat
KPK.
Menjamurnya korupsi di
Indonesia merupakan wajah keterpurukan yang harus disehatkan.Untuk itu dalam
pembahasan disini mencoba untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang
menyebabkan terjadinya korupsi dan bagaimana pencegahannya. Akhir kata Saya
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian
makalah. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Di
era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan
sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda
utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi
birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup
dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan
dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang
paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi birokrasi ini
pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan
kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah
dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah
tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah
mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada
kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji
para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi
dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat
pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian
hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat
kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang
dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita
tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak
dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, pengkajian ulang remunerasi pegawai yang
meningkatkan jumlah gaji mereka terbukti tidak menurunkan tingkat korupsi
seperti yang diharapkan. Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah
rendahnya moral dan kesadaran masyarakat mengenai korupsi itu sendiri.
Masyarakat menganggap korupsi sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa
disadari, kita sudah terbiasa melakukan korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan
alat tulis kantor, pegawai terbiasa mengambil uang yang tersisa dari dana yang
disediakan. Padahal sesungguhnya dana tersebut harus dikembalikan pada
organisasi. Akibat adanya kebiasaan korupsi ini, pemberantasan korupsi di
Indonesia sangat sulit dilakukan. Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan
dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma
bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah.
Cara
ini mulai dilakukan oleh pemerintah melalui sekolah-sekolah dengan menerapkan
sistem kantin kejujuran. Kantin kejujuran adalah sebuah sistem kantin dimana
murid-murid mengambil sendiri barang apa yang ia inginkan. Sekilas sistem ini
terlihat seperti suatu sistem yang biasa dilakukan di supermarket dimana
konsumen melayani dirinya sendiri. Namun di kantin kejujuran, murid bukan hanya
harus melayani dirinya sendiri tapi juga harus membayar serta mengambil
kembalian sendiri tanpa adanya orang yang mengawasai, sehingga hal ini
merupakan solusi untuk mempersiapkan masyarakat yang menjunjung tinggi
kejujuran. Dengan kata lain, sistem kantin ini berbeda dari kantin-kantin yang
ada umumnya karena di sini tidak terdapat penjual. Sistem kantin kejujuran ini
dapat merangsang kejujuran murid karena ia akan belajar menjadi orang yang
berusaha menjaga amanat yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Di
samping itu, kantin kejujuran juga memberikan kontribusi dalam mencerdaskan
murid khususnya untuk perhitungan matematis. Kantin kejujuran merupakan upaya
preventif dalam menangkal terjadinya tindak korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Korupsi
Korupsi berasal dari
bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku
pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat,
dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan
pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy
Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan
politik pemaknaan.
Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Seorang sosiolog
Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi
yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme. Alatas
mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu
politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang
dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk
korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah
tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas,
dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan,
penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap
masyarakat.
Istilah korupsi dapat
pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini
tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi
menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang
memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para
investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan,
martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi
dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert
Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua,
yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture).
Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan
subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap
sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu
dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya
tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.
B.
Sebab-Sebab Korupsi
Penyebab adanya
tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara
umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya
sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan
tindakan korupsi antara lain yaitu :
- Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
- Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
- Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
- Kurangnya pendidikan.
- Adanya banyak kemiskinan.
- Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
- Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
- Struktur pemerintahan.
- Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
- Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam
teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
- Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa
faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar
organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan
faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban
perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan.
Menurut
Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi
yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan
sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari
teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Menurut
Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di
Indonesia, yaitu :
1.
Pendapatan atau gaji
yang tidak mencukupi.
2.
Penyalahgunaan
kesempatan untuk memperkaya diri.
3.
Penyalahgunaan
kekuasaan untuk memperkaya diri.
4.
Dalam buku Sosiologi
Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan
ciri-ciri
korupsi antara lain sebagai berikut :
- Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
- Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
- Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
- Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
- Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
- Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
- Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
- Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
- Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
C. Macam-Macam Korupsi
Korupsi
telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun
2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut
dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
1.
Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2.
Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3.
Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4.
Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5.
Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6.
Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7.
Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
D.
Cara
Pencegahan Dan Strategi Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin
Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk
menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya
peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak
yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang
sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat
didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
•
Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
•
Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
•
Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan
ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi
yang tepat yaitu :
·
Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya
korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya
yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
·
Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai
aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
·
Strategi Represif.
Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan
peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga
proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Warnet BMI
KOMUNITAS WARNET PACITAN
Warnet BMI
KOMUNITAS WARNET PACITAN