Minggu, 16 Agustus 2015

MAKALAH - KORUPSI DI INDONESIA

M AK A L A H
TENTANG KORUPSI DI TANAH AIR




KATA PENGANTAR
Korupsi sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat di Indonesia dapat dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi budaya. Indonesia bagaikan surga bagi para koruptor. Hal ini terlihat dengan diletakkannya Indonesia pada perigkat kelima dari 146 negara terkorup yang diteliti oleh transparansi internasional pada tahun 2004.
Korupsi mengakibatkan sebagian besar rakyat Indonesia menderita dan hidup dalam kemiskinan, penanggulangan korupsi menjadi pr bersama mengingat korupsi berkembang begitu pesat bagaikan jamur hingga merambah ke instansi terbawah sekalipun.
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi di atur dalam UU no.31 tahun 1999, UU no.20 tahun 2001 dan bentuk pelaksanaan dari pasal 43 UU no. 31 tahun 1999 yaitu dibentuknya UU no.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya disingkat KPK.
Menjamurnya korupsi di Indonesia merupakan wajah keterpurukan yang harus disehatkan.Untuk itu dalam pembahasan disini mencoba untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang menyebabkan terjadinya korupsi dan bagaimana pencegahannya. Akhir kata Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian makalah. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.





BAB I
PENDAHULUAN

Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, pengkajian ulang remunerasi pegawai yang meningkatkan jumlah gaji mereka terbukti tidak menurunkan tingkat korupsi seperti yang diharapkan. Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral dan kesadaran masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan alat tulis kantor, pegawai terbiasa mengambil uang yang tersisa dari dana yang disediakan. Padahal sesungguhnya dana tersebut harus dikembalikan pada organisasi. Akibat adanya kebiasaan korupsi ini, pemberantasan korupsi di Indonesia sangat sulit dilakukan. Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah.
Cara ini mulai dilakukan oleh pemerintah melalui sekolah-sekolah dengan menerapkan sistem kantin kejujuran. Kantin kejujuran adalah sebuah sistem kantin dimana murid-murid mengambil sendiri barang apa yang ia inginkan. Sekilas sistem ini terlihat seperti suatu sistem yang biasa dilakukan di supermarket dimana konsumen melayani dirinya sendiri. Namun di kantin kejujuran, murid bukan hanya harus melayani dirinya sendiri tapi juga harus membayar serta mengambil kembalian sendiri tanpa adanya orang yang mengawasai, sehingga hal ini merupakan solusi untuk mempersiapkan masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran. Dengan kata lain, sistem kantin ini berbeda dari kantin-kantin yang ada umumnya karena di sini tidak terdapat penjual. Sistem kantin kejujuran ini dapat merangsang kejujuran murid karena ia akan belajar menjadi orang yang berusaha menjaga amanat yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Di samping itu, kantin kejujuran juga memberikan kontribusi dalam mencerdaskan murid khususnya untuk perhitungan matematis. Kantin kejujuran merupakan upaya preventif dalam menangkal terjadinya tindak korupsi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Korupsi 
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme. Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.

B.     Sebab-Sebab Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu :
  • Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
  • Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
  • Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
  • Kurangnya pendidikan.
  • Adanya banyak kemiskinan.
  • Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
  • Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
  • Struktur pemerintahan.
  • Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
  • Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
  • Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
  • Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
  • Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
  • Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
1.      Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
2.      Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
3.      Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
4.      Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh Syed Hussein Alatas, disebutkan

ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
  • Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
  • Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
  • Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbale balik.
  • Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
  • Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
  • Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
  • Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
  • Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
  • Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
C.    Macam-Macam Korupsi
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi

D.    Cara Pencegahan Dan Strategi Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
• Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
• Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
• Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :
·         Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
·         Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
·         Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.


 Warnet BMI
KOMUNITAS WARNET PACITAN