Minggu, 30 Agustus 2015

PENINGGALAN ZAMAN PRA-AKSARA BERDASARKAN BUKTI ARKEOLOGI

PENINGGALAN ZAMAN PRA-AKSARA
BERDASARKAN BUKTI ARKEOLOGI


Berdasarkan dari bukti arkeologi atau adanya benda-benda peninggalan yang telah ditemukan, zaman praaksara itu terbagi menjadi beberapa zaman yaitu zaman batu dan zaman logam.
1)      ZAMAN BATU
Zaman batu itu mununjuk pada sebuah periode dimana pada alat-alat yang dipakai dalam kehidpan manusia purba itu telah terbuat dari batu. Meskipun masih ada juga alat-alat tertentu yang terbuat dari tulang dan kayu. Walaupun demikian, pada zaman tersebut sudah didominasi oleh alat-alat yang terbuat dari batu yang sering digunakan. Berdasarkan dari metode tipologi atau cara menentukan suatu umur alat berdasarkan bentuk atau tipe benda dari adanya peninggalan tersebut, zaman batu terbagi atas beberapa periode yang diantaranya sebagai berikut:
a.       Zaman batu tua atau Paleolithikum
Zaman batu tua itu mulai diperkirakan berlangsung dalam kurung masa Pleistosen yang sekitar 600 ribu tahun yang silam. Adapun ciri-ciri kehidupan zaman batu tua yang antara lain itu hidup secara berpindah-pindah atau nomaden, berburu dan mengumpulkan makanan yang telah disediakan oleh alam atau Food gethering. Di zaman batu tua, alat-alat budaya yang didapatkan itu terbuat yang berasal dari batu yang telah dibuat dengan sangat kasar dan sederhana. Adapun cara pembuatannya yaitu dengan membentur-benturkan sesama batu yang lainnya sehingga dapat menyerupakan kapak dan dapat dipergunakan menjadi sebagai alat. Alat-alat kebudayaan yang berasal dari zaman batu ini telah banyak ditemukan disekitar daerah Pulau Jawa.
Berdasarkan dari tempat ditemukannya, hasil-hasil dari kebudayaan zaman batu tua ini telah terbagi atas beberapa kebudayaan yaitu kebudayaan ngandong dan kebudayaan pacitan. Adapun peralatan yang telah dihasilkan dari kebudayaan pacitan ialah kapak perimbas, kapak penetak dan kapak genggam. Kapak genggam ialah kapak yang tidak bertangkai yang telah digunakan dengan cara menggenggam dan berfungsi dalam menggali umbi, menguliti dan memotong binatang. Kapak perimbas ini berfungsi dalam merimbas kayu, senjata dan memecah tulang. Adapun pendukung dari kebudayaan pacitan yaitu Pithecanthropus Erectus
Dari kebudayaan pacitan ini telah ditemukan oleh Ralph von Koenigswald yang berada di tahun 1935. Disamping telah ditemukan pada daerah Pacitan, alat-alat yang sejenis dengan batu ini juga ditemukan didaerah Sukabumi atau jawa Barat, Gombong atau Jawa Tengah dan Perigi, Tambangsawah yang ada di bengkulu, lahat yang ada di Sumatera Selatan, Kalianda yang ada di Lampung, Awang Bangkal yang ada di Kalimantan Selatan, Cabenge yang ada di Sulawesi Selatan, Sembiran, Trunyan yang ada di Bali, Batu Tring yang ada di Sumbawa, Maumere yang ada di Flores, dan Atambua yang ada di Timor
Adapun peralatan yang telah dihasilkan oleh Kebudayaan Ngandong ialah flakes atau alat serpih seperti alat penusuk atau pisau, namun terdapat juga alat yang terbuat dari batu induk. Alat-alat serpih ini biasanya telah digunakan untuk bisa mengiris daging atau memotong buah-buahan dan umbi-umbian. Alat-alat dari kebudayaan nagandong juga telah ditemukan yang ada didaerah sangiran di Jawa tengah dan didaerah Cabenge yang ada di Sulawesi Selatan. Manusia pendukung pada kebudayaan Ngandong yaitu Homo Wajakensis dan Homo Soloensis.

b.      Zaman Batu Tengah atau Mesolitihikum.
Zaman batu tengah atau mesolithikum ini berlangsung sekitaran di masa Holosen. Pada zaman batu tengah ini, alat-alat batu yang berasal dari zaman batu masih tetap digunakan dan sudah mendapatkan pengaruh dari wilayah asia daratan. Bahkan, alat-alat yang berasal dari tulang dan flake yang berasal dari zaman batu tua telah memegang peranan yang begitu penting di zaman batu tengah. Manusia yang berada pada masa zaman batu tengah ini sudah mampu membuat gerabah yang terbuat dari tanah liat yang selanjutnya akan dibakar.
Zaman batu tengah juga dikenal sebagai zaman “mengumpulkan makanan atau food gathering yang sudah berada ditingkat lanjut. Para ahli sudah memperkirakan bahwa manusia yang hidup berada dizaman ini ialah bangsa Melanesoid. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya penemuan fosil-fosil manusia ras papua melanesoid yang disertai dengan adanya penemuan alat-alat dari budaya zaman batu tengah yang ada dibukit-bukit kerang daerah sumatra timur maupun terletak di gua-gua yang ada didaerah Sampung dan Bojonegara yang terletak di Jawa Timur.
Kebudayaan zaman batu tengah ini juga biasa disebut sebagai Bacson-Hoabinh. Adapun ciri-ciri khas dari zaman batu tengah ialah kjokkenmoddinger dan abris sous roche. Kjokkenmoddinger dan abris sous roche ini pertama kali telah diteliti dan sudah ditemukan oleh Van Stein Callenfels di tahun 1924. Kjokkenmoddinger ialah sampah-sampah yang berasal dari kulit kerang. Sampah dapur ini berwujud kerang dan kulit siput yang sudah menumpuk selama ribuan tahun sehingga menjadi bukit. Tingginya sekitar mencapat tujuh meter dan telah menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ini sudah banyak ditemukan pada sepanjang pesisir pantai timur yang ada di Sumatra. Kemudian Abris Sous Roche adalah tempat tinggal atau gua yang telah ditemukan pada daerah Lomoncong atau kebudayaan Toala yang ada diSulawesi Selatan. Gua-gua ini memiliki fungsi sebagai tempat tinggal agar bisa digunakan sebagai tempat berlindungya dari panas dan hujan maupun ancaman dari binatang buas. Abris Sous Roche telah ditemukan di daerah dekat sampung pada area Ponorogo, Sulawesi Selatan, Timor, Rote dan Bojonegoro. Para peneliti yang telah mengadakan penelitan mengenai hal ini yakni van Stein Callenfels yang ada di gua Lawa, van Heekeren yang ada didaerah Besuki, dan Fritx Sarasin dan Paul Sarasin yang ada didaerah Lomoncong.
c.       Zaman batu baru atau Neolithikum
Di Indonesia, pada zaman neolithikum atau disebut sebagai zaman batu itu baru diawali sekitar 1500 SM. Adapun ciri-ciri dari zaman batu baru ini antara lain telah hidup menetap, makanan sudah diproduksi sendiri dan sudah diolah atau food Producng, serta sudah hidup dari hasil usaha bercocok tanam. Peralatan yang ada dizaman batu baru sudah diasah dengan halsu. Pada zaman tersebut telah terjadi revolusi kehidupan, yaitu adanya perubahan dari kehidupan nomaden dengan food gathering yang telah menjadi menetap dengan food producing. Berdasarkan hasil penelitian, manusia purba yang berada dizaman ini sudah berkomunikasi dengan memakai bahasa Melayu Polinesia.
Perkembangan kebudayaan yang ada dizaman Neolithikum memang sudah sangat maju kalau dibandingkan dengan yang ada di zaman batu sebelumnya.
Pada zaman batu baru ini sudah muncul beberapa keterampilan dalam mengasah benda-benda sampai halus. Dengan demikian, benda-benda yang telah dihasilkan atau kapak lonjong dan kapak persegi sudah dibuat dengan menggunakan teknik asahan yang sangat begitu halus. Pada masa neolithikum, kepandaian dalam membuat benda-benda gerabah telah semakin maju dan sudah dibuat dengan menggunakan teknik yang halus. Peninggalan pada kebudayaan zaman neolitihikum ini terdapat hampir secara merata ada di seluruh kepulauan nusantara.
Kapak persegi ini telah dibuat menggunakan batu api kalsedon. Kapak persegi yang telah didapatkan pada daerah Sumatra, Bali, Sulwesi, Jawa, Nusa tenggara, Kalimantan dan Maluku. Adapun beberapa tempat yang ada di SUmatra dan Jawa juga telah ditemukan berada di pusat-pusat kerajinan kapak persegi. Semisal, di Lahat atau Palembang; Bogor, Purwakarta, Karawang, SUkabumi, Dan Tasikmalaya yang ada di Jawa Barat dan di Pacintan serta lereng selatan yang ada diGunung Ijen pada daerah Banyuwangi atau Jawa Timur. Terdapat variasi-variasi lain dari kapak persegi tersebut yaitu kapak tangga, kapak atap, kapak bahu, kapak penarah dan kapak biola.
Kapak lonjong ialah kapak yang penampangnya memiliki bentuk bulat telur atau lonjong. Ujungnya yang agak lancip yang biasanya telah dipasangi tangkai, sedangkan pada ujung yang lainnya yang memiliki bentuk bulat yang diasah sampai tajam. Adapun ukuran kapak lonjong terdapat ukuran yang besar dan kecil dimana biasanya digunakan sebagai benda wasiat. Kapak lonjong sering disebut sebagai istilah Neolith Papua disebabkan adanya penyebaran terbatas yang ada didaerah Papua dan telah dipakai oleh bangsa Papua Melanosoid. Didaerah lainnya, kapak lonjong juga telah ditemukan di Sulawesi, Flores, Sangihe Talaud, Maluku, Maluku, Leti dan Kepulauan Tanimbar.


d.      Zaman Batu besar atau Megalithikum
Pada kebudayaan zaman batu besar ini manusia telah mengenali kepercayaan animisme dan dinamisme. Zaman batu besar ini sudah berlangsung dari zaman Neolithikum sampai zaman perunggu. Kebudayaan Megalithikum ialah suatu kebudayaan yang sudah menghasilkan bangunan atau monumen yang dibuat dari batu-batu yang memiliki ukuran besar. Adapun tujuan dari pembangunan bangunan tersebut ialah sebagai sarana untuk melakukan pemujaan kepada roh nenek moyang. Hasil peninggalan dari zaman megalithikum ini diantaranya Menhir dan peti kubur batu.

2)      ZAMAN LOGAM
Pada zaman logam, manusia sudah dapat membuat peralatan dari logam yang ternyata lebih kuat dan mudah dikerjakan daripada batu. Bahan logam harus dilebur dahulu sebelum dipakai sebagai bahan pembuatan peralatan manusia.
Oleh karena itu, pada zaman logam, kebudayaan manusia mestinya lebih tinggi daripada zaman batu. Zaman logam ini dibagi menjadi dua bagian yakni zaman perunggu dan zaman besi.
a.   Zaman perunggu
Pada zaman perunggu manusia telah mendapatkan logam campuran yang lebih keras daripada tembaga. Perunggu merupakan hasil campuran antara tembaga dengan timah.
Peninggalan pada zaman ini diantaranya



b.   Zaman Besi
Pada zaman besi manusia telah dapat melebur besi dari bijihnya untuk dituang menjadi peralatan sehari-hari. zaman besi merupakan zaman terakhir dari masa praaksara. Oleh karena itu sangat mudah diperkirakan bahwa dengan berakhirnya zaman besi, dimulailah zaman searah Indonesia.
Cara pembuatan barang-barang pada zaman logam dilakukan dengan membuat cetakan terlebih dahulu. Setelah cetakan siap, logam yang hendak digunakan (bijih perunggu atau bijih besi) dituangkan kedalam berbagai model cetakan. Cara pembuatan barang seperti ini disebut a cire perdue.
Van der Hoop, salah seorang ahli sejarah dan arkeolog berependapat bahwa cara pembuatan barang-barang pada zaman logam masih menggunakan teknik bivall (tangan) dan teknik bivalve tangan pada bagian luar dan lilin pada bagian dalamnya).